Solusi Restoratif Kejati Sulsel Empat Tersangka Pengeroyokan di Toraja Diwajibkan Membersihkan Rumah Ibadah
KEJATI SULSEL, Makassar– Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) kembali menunjukkan konsistensi penerapan prinsip Keadilan Restoratif (Restorative Justice - RJ) dengan menyetujui penghentian penuntutan untuk perkara dugaan Tindak Pidana Pengeroyokan/Penganiayaan yang diajukan oleh Cabang Kejaksaan Negeri Tana Toraja di Rantepao.
Usulan penghentian penuntutan disetujui setelah Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Dr. Didik Farkhan Alisyahdi, S.H., M.H., memimpin ekspose pada Senin (1/12/2025). Ekspose turut dihadiri Wakajati Sulsel Prihatin, Aspidum Teguh Suhendro, dan diikuti secara virtual oleh Kacabjari Rantepao dan jajaran.
Perkara yang disetujui RJ ini melibatkan empat orang tersangka pelajar/mahasiswa, yaitu tersangka I DLA (18 Tahun, Laki-laki), tersangka II GHP (18 Tahun, Laki-laki), tersangka III YTR (19 Tahun, Laki-laki) dan tersangka IV YPD (18 Tahun, Laki-laki) terhadap korban RBS (24 tahun, laki-laki). Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 351 Ayat (1) Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana tentang Penganiayaan.
Peristiwa bermula pada bulan September 2025 ketika Tersangka II, GHP, terlibat kesalahpahaman melalui pesan dengan temannya berinisial RICAL yang berujung pada ancaman. Pada Minggu, 28 September 2025, sekitar pukul 01.30 WITA, para Tersangka yang sedang berkumpul di Jalan Poros Buntao, Rantepao, melihat Korban RBS melintas. Tersangka II GHP langsung menghadang korban, keliru mengira korban adalah RICAL yang mengancamnya.
Setelah korban berhenti, Tersangka II GHP langsung memukul rahang kanan korban dua kali. Aksi tersebut kemudian diikuti oleh Tersangka III YTR dan Tersangka IV YPD yang ikut memukul dan menendang korban. Tersangka I DLA, yang keluar dari rumah setelah mendengar keributan, juga turut memukul kepala korban. Akibat pengeroyokan tersebut, korban mengalami luka robek pada bagian belakang kepala dan luka memar pada beberapa bagian tubuh, sebagaimana hasil Visum Et Repertum.
Penghentian penuntutan melalui RJ disetujui karena telah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020, meliputi: Ancaman pidana yang dilanggar tidak lebih dari 5 tahun. Para Tersangka merupakan pelaku tindak pidana untuk pertama kali (bukan residivis). Telah terjadi perdamaian tanpa syarat yang disaksikan oleh orang tua, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Agama.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Dr. Didik Farkhan Alisyahdi, menyetujui permohonan RJ ini, dengan harapan penyelesaian di luar pengadilan ini dapat memulihkan keadaan dan memberikan efek jera melalui sanksi sosial.
“Penyelesaian perkara melalui Restorative Justice untuk kasus di Rantepao ini tidak hanya menghentikan penuntutan, tetapi juga memastikan adanya pemulihan hubungan dan tanggung jawab sosial melalui sanksi membersihkan rumah ibadah. Hal ini sejalan dengan semangat Perja 15/2020 untuk memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat,” kata Dr. Didik Farkhan.
Beliau juga berpesan kepada jajaran Cabang Kejari Rantepao untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara dan memastikan proses ini berjalan secara “zero transaksional untuk menjaga kepercayaan publik.”
Sebagai bagian dari kerangka Keadilan Restoratif, para Tersangka tidak hanya berdamai, tetapi juga dikenakan Sanksi Sosial. Sanksi tersebut berupa kewajiban untuk membersihkan rumah ibadah gereja selama 2 (dua) bulan, yang dijadwalkan setiap hari Sabtu pukul 16.00 waktu setempat, bertempat di rumah ibadah masing-masing Tersangka.