Emosi Dipicu Aduan Adik Kejati Sulsel Selesaikan Kasus Penganiayaan Mahasiswi di Makassar Lewat Keadilan Restoratif
KEJATI SULSEL, Makassar– Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) kembali menunjukkan komitmennya dalam penerapan prinsip Keadilan Restoratif (Restorative Justice - RJ) dengan menyetujui penghentian penuntutan untuk perkara pidana yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Makassar.
Perkara yang disetujui RJ ini adalah kasus dugaan tindak pidana penganiayaan yang melibatkan dua mahasiswa di Kota Makassar.
Usulan penghentian penuntutan disetujui setelah Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Dr. Didik Farkhan Alisyahdi, S.H., M.H., memimpin ekspose didampingi Wakajati Sulsel, Prihatin,Aspidum Teguh Suhendro, dan jajaran Pidum Kejati Sulsel, Senin (1/12/2025). Ekspose turut diikuti secara virtual oleh Kepala Kejaksaan Negeri Makassar, Andi Panca Sakti dan jajaran.
Perkara yang dihentikan penuntutannya melalui RJ ini melibatkan Tersangka SA (22 Tahun, Mahasiswi) dan Korban TNH (19 Tahun, Mahasiswi). Tersangka SA disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Peristiwa penganiayaan terjadi pada Rabu, 21 Mei 2025, sekitar pukul 23.30 WITA di sebuah kamar kost di Jalan Abdullah Dg. Sirua, Kelurahan Pandang, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar.
Awalnya, Korban TNH terlibat kesalahpahaman dengan SN, yang merupakan teman kuliahnya. SN yang adalah adik kandung Tersangka SA, kemudian mengadukan perkataan korban yang menyinggung dirinya kepada Tersangka SA. Tersangka SA kemudian menghubungi Korban TNH beberapa kali, namun tidak diangkat. Merasa emosi, Tersangka SA, dengan membawa enam orang temannya, mendatangi lokasi kost Korban. Sesampainya di lokasi, Tersangka SA berteriak memanggil nama korban.
Setelah sempat terjadi perdebatan, Tersangka SA mendorong tubuh korban dan melakukan kekerasan fisik dengan cara menarik jilbab korban dan mencakar bagian wajah korban. Akibat perbuatan ini, Korban TNH mengalami luka lecet gores pada dahi, kelopak mata kanan bawah, hidung, dan pipi kanan, yang disimpulkan sesuai dengan perlukaan akibat trauma tumpul. Keributan mereda setelah pemilik kost lain menegur dan mengusir Tersangka SA.
Kesepakatan perdamaian antara Tersangka SA dan Korban TNT telah dilaksanakan pada Selasa, 25 November 2025, bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri Makassar.
Proses perdamaian tersebut dihadiri oleh kedua belah pihak, wali masing-masing, Penyidik, perwakilan dari Kampus, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Agama. Perdamaian terwujud setelah Tersangka menyatakan sangat menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Penghentian penuntutan melalui Keadilan Restoratif disetujui setelah dipastikan terpenuhinya syarat-syarat yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020, meliputi:
* Ancaman pidana yang dilanggar (Pasal 351 Ayat 1 KUHP) tidak lebih dari 5 tahun.
* Tersangka merupakan pelaku tindak pidana untuk pertama kali (bukan residivis).
*Telah terjadi perdamaian tanpa syarat antara seluruh pihak yang disaksikan tokoh masyarakat dan aparat desa.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Dr. Didik Farkhan Alisyahdi, menyetujui permohonan RJ ini dengan harapan penyelesaian di luar pengadilan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pemulihan hubungan antara kedua belah pihak.
“Dengan adanya perdamaian diharapkan bisa memulihkan keadaan jadi seperti semula. Kasus ini telah memenuhi ketentuan Perja 15/2020, atas nama pimpinan, kami menyetujui permohonan RJ yang diajukan,” kata Didik.
Beliau juga berpesan kepada jajaran Kejari Makassar untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara dan membebaskan Tersangka. “Saya berharap penyelesaian perkara zero transaksional untuk menjaga kepercayaan pimpinan dan publik,” tegas Didik Farkhan.